Kamis, 06 Juni 2013

Fajar Nur Cahyo (18811951)

Reportase

Sampah Berserakan, Faktor Pendukung Penggusuran di Stasiun UI




Dari hasil wawancara dengan salah satu petugas kebersihan stasiun Universitas Indonesia pada 3 Juni 2013, sebelum penggusuran kios-kios di sekitar stasiun UI dilaksanakan, banyak pemilik kios yang tidak memerhatikan kebersihan stasiun khususnya pedagang penjual makanan. Sampah yang banyak ditemui adalah sampah plastik dan sampah sisa makanan. "Banyak ceker dan kepala ikan membusuk di tong-tong sampah. Belatung di mana-mana", ujarnya.

"Belum lagi banyak pemilik kios yang tidak mau membayar uang kebersihan stasiun. Padahal mereka sudah sering sekali diingatkan. Mentang-mentang mau digusur kiosnya", lanjutnya.

Penggusuran di stasiun UI berlangsung pada 29-31 Mei 2013. Penggusuran diwarnai oleh demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiwa Universitas Indonesia sebagai bentuk kekecewaannya atas tindakan PT. KAI tersebut. (fnc)


Feature

Sriyono

2 Tahun Melawan Tumor



Beliau terlahir dari keluarga kecil biasa di Desa Panggung, Kecamatan Maspati, Madiun. 18 April 1958, lahirlah anak ke-2 dari 5 bersaudara dari pasangan Karto Dikun dan Kasirah. Dengan bermodalkan ijazah terakhir hanya sampai tingkat SMP, Sriyono muda tidak gentar untuk melangkahkan masa depannya ke dunia militer. Menjadi bagian dari kelompok pengabdi negara adalah suatu kebanggaan tersendiri baginya dan keluarga tercinta.

Dalam kerasnya kehidupan militer, di sini juga Sriyono bertemu dengan salah seorang sanak saudara sahabatnya, Widji Masrikani. Mereka pun akhirnya mengikat diri dengan janji suci dalam pernikahan pada 20 Oktober 1986. Keluarga kecil ini terasa lengkap dengan hadirnya 3 buah hati tercinta: Putro Sedyo Bhekti, Fajar Nur Caho, dan Putri Yekti Endah Pramesti.

Kedamaian keluarga pun sempat terusik dengan kabar kesehatan Sriyono yang sangat tidak terkira. Tumor ganas hinggap di otaknya. Kecelakaan motor di masa muda dianggap sebagai titik awal kehidupan tumornya. Pertengahan 2003 merupakan gerbang awal pertarungannya dengan tumor otak yang penuh dengan asa. Hingga setahun berlalu, Sriyono pun akhirnya dapat keluar dari sempitnya rumah sakit dan melepas rindu dengan keluarga tercinta di rumah.

Tumor yang bersarang di otaknya, mulanya hanya memberi efek lupa. Sesekali lupa nama tetangganya, sesekali jua ia hendak pergi shalat Jum'at di hari Kamis. Jika kambuh penyakitnya, beliau hanya terdiam, tidak sadarkan diri saat beraktivitas, hingga tumor juga menggerogoti separuh kehidupan Sriyono. Penglihatannya gelap, pergerakannya sedikit. Ia hanya terbaring di atas kasur kecilnya dengan diiringi do'a tulus dari keluarga.

Sampai pada awal bulan Ramadhan pada 2005, Sriyono dilarikan kembali kepada heningnya ruang isolasi rumah sakit. Perjuangannya melawan ganasnya tumor, akhirnya terhenti disertai isak tangis istri dan anaknya yang ditinggalkan. Sriyono wafat pada 8 November 2005 di usia 45 tahun. Seperti kata-katanya yang pernah ia tuangkan ke secarik kertas, "mengalah bukan berarti kalah". Perang bukan perkara siapa yang menang, tetapi apa yang sudah diperbuat selama berperang, melawan kejamnya tumor otak. Selamat jalan, Sriyono. Do'a kami kan selalu bersamamu.







Fajar Nur Cahyo
18811951

Tidak ada komentar:

Posting Komentar